In Disguise
mungkin saya berdiri di sini dalam banyak tanya. alangkah singkatnya hidup bagi mereka jika dihabiskan untuk tidak bermain-main dengan rasa cinta.
***
di sela debur ombak jari mereka bertaut, kening mereka berkerut, mereka tersenyum ke arah sinar matahari yang mulai muncul dari atas bukit.
ada hal yang salah dalam perjalanan ini. perasaan mungkin bisa muncul kapan saja, tapi kesempatan untuk mengungkapkannya hanya muncul satu kali dalam seribu momen yang melibatkan mereka.
bicara mereka saling berbisik mengingatkan. tentang apa? apa saja yang bisa ditunjukkan sebagai pemberian perhatian. mereka berpikir bahwa yang lainnya buta, padahal merekalah yang dibutakan oleh sekelebat kuat rasa yang akhirnya bisa saling mereka tunjukkan dihadapan laut lepas, tepat di depan karang-karang yang memecah ombak besar.
telihat banyak yang masih tertahan meski keduanya sudah saling menyerahkan sepotong besar perasaan mereka (yang entah akan saling mereka jaga atau tidak) yang jelas terlihat adalah mereka ingin menciptakan ruang tentang hal antara yang tak pernah didefinisi masa. paling tidak untuk saat ini, detik ini, sekarang; selagi semuanya mungkin dilakukan.
satu hari yang indah untuk bersama, saling mencuri pandangan dan berpegangan tangan, saling menatap tanpa ungkap, terlihat sangat saling ingin mendekap, kalau perlu mengendapkan sedikit saja jejak.
satu hari yang indah itu akhirnya usai, diakhiri dengan matahari yang menenggelamkan dirinya di bukit seberang sana. dan mereka pun kembali menuju tempat di mana semua harus kembali ditutup rapat, kembali di ikat, atau kembali mereka lupakan.
karena sejatinya, ini hasrat yang tidak nyata. hanya sekelebat ingin yang meminta.
Sawarna, 2014
Dari angin yangmembawa mengumbar kabar.
***
di sela debur ombak jari mereka bertaut, kening mereka berkerut, mereka tersenyum ke arah sinar matahari yang mulai muncul dari atas bukit.
ada hal yang salah dalam perjalanan ini. perasaan mungkin bisa muncul kapan saja, tapi kesempatan untuk mengungkapkannya hanya muncul satu kali dalam seribu momen yang melibatkan mereka.
bicara mereka saling berbisik mengingatkan. tentang apa? apa saja yang bisa ditunjukkan sebagai pemberian perhatian. mereka berpikir bahwa yang lainnya buta, padahal merekalah yang dibutakan oleh sekelebat kuat rasa yang akhirnya bisa saling mereka tunjukkan dihadapan laut lepas, tepat di depan karang-karang yang memecah ombak besar.
telihat banyak yang masih tertahan meski keduanya sudah saling menyerahkan sepotong besar perasaan mereka (yang entah akan saling mereka jaga atau tidak) yang jelas terlihat adalah mereka ingin menciptakan ruang tentang hal antara yang tak pernah didefinisi masa. paling tidak untuk saat ini, detik ini, sekarang; selagi semuanya mungkin dilakukan.
satu hari yang indah untuk bersama, saling mencuri pandangan dan berpegangan tangan, saling menatap tanpa ungkap, terlihat sangat saling ingin mendekap, kalau perlu mengendapkan sedikit saja jejak.
satu hari yang indah itu akhirnya usai, diakhiri dengan matahari yang menenggelamkan dirinya di bukit seberang sana. dan mereka pun kembali menuju tempat di mana semua harus kembali ditutup rapat, kembali di ikat, atau kembali mereka lupakan.
karena sejatinya, ini hasrat yang tidak nyata. hanya sekelebat ingin yang meminta.
Sawarna, 2014
Dari angin yang
Comments
Post a Comment
Tinggalkan Jejakmu