Tameng
Ada sebuah suara datang dari
puncak bukit bagian barat daya
Dari sela-sela pinus pinus runcing
Dari sela-sela pinus pinus runcing
melalui labirin belukar
Sahutnya tersaring jejaring laba-laba
Gemanya memenuhi ruang gerak angin
Suara itu bagai igauan liar yang
Sahutnya tersaring jejaring laba-laba
Gemanya memenuhi ruang gerak angin
Suara itu bagai igauan liar yang
menggeram panjang dan memilukan
Mengisi sunyi dan mencemaskan
Mengisi sunyi dan mencemaskan
Aku berdiri di tengah pendakian
Memikirkan senda gurauan dunia yang
Memikirkan senda gurauan dunia yang
kutinggalkan di bawah sana
Aku menuju puncak bukit untuk
Aku menuju puncak bukit untuk
menyaksikan seberapa bulat suaramu dapat
memantul di antara undakan persawahan
Untuk mengintai langkahku dan
Untuk mengintai langkahku dan
menjadi bingung di
persimpangan sungai kering berbatuan,
Untuk mengendap-endap di balik bambu-
Untuk mengendap-endap di balik bambu-
bambu ingin menyakitiku dengan
rekaman masa lalu
Untuk menandai patok setelah tapakku
Untuk menandai patok setelah tapakku
karena kaubenci menjadi tersesat
di antara sebuah semesta yang tak kaukenali
Karena kau lebih benci
Karena kau lebih benci
dihantui suara lain dari atas sana
Sehingga jeritmu padaku redam
Sehingga pekakmu tak lagi dapat
Sehingga jeritmu padaku redam
Sehingga pekakmu tak lagi dapat
menyayat ingatan
Sehingga partikelmu tak lagi
Sehingga partikelmu tak lagi
berhasil menulikan pendengaran
Sehingga kau lelah
dan menyudah
Sehingga kau lelah
dan menyudah
***
Karangsambung, Mei 2015
Dalam sebuah pengalaman saling mengenal teman,
dan menyelami sifat untuk dapat saling menerima
Comments
Post a Comment
Tinggalkan Jejakmu